Monday, February 5, 2018

PAHLAWAN JAMBI - BESERTA BIOGRAFINYA



        Assalamualaikum Sobat bloger , jumpa lagi dengan saya , tak bosanya saya menyapa sobat , saya berharap sobat juga tidak bosan mengujungi blog saya yang masih jauh dari kata sempurna ini , ok sobat kali ini saya akan memposting tentang Pahlawan Jambi di sertai Biografinya , Mungkin anak-anak sekolah jaman sekarang tidak begitu hafal nama-nama pahlawan yang ada di Jambi , padahal nama-nama pahlawan tersebut sudah di abadikan , contohnya saja  nama rumah Sakit umum yang ada di jambi yaitu Rmah Sakit Umum Raden Mattaher  dan bandara Internasional Sultan Thaha . oleh sebab itu di kesmpatan kali ini saya akan menjelaskan beberapa nama-nama pahlawan jambi beserta biografinya  , untuk kalian yang sedang mencari tugas sekolah boleh saja untuk mengcopy nya tapi jangan lupa sobat untuk membacanya agar sobat tahu betapa gigihnya pahlawan jambi dalam memperjuangkan kemerdekaan  tanah air kita .Ok sobat langsung saja simak ulasan dibawah ini.


1.    Sultan Thaha Syaifuddin
www.blogger-jaman-now.blogspot.com

Sultan Thaha Syaifuddin (Jambi, 1816 - Betung, 26 April 1904) adalah sultan terakhir dari Kesultanan Jambi. merupakan pahlawan nasional asal Jambi yang dilahirkan pada pertengahan tahun 1816 di Keraton Tanah Pilih Jambi. Ia merupakan putra dari Sultan M. Fachrudin dengan gelar sultan Kramat. Nama asli Sultan Thaha adalah Sultan Raden Toha Jayadiningrat. Ketika kecil ia biasa dipanggil Raden Thaha Ningrat. Meskipun ia terlahir dari kalangan bangsawan, ia memiliki sikap yang rendah hati, senang bergaul dengan masyarakat dan sangat membenci Belanda. Aktivitas melawan Belanda makin gencar sejak ia naik tahta menjadi Raja Jambi pada tahun 1855. Usahanya melawan Belanda dilakukan dengan mengalang kekuatan masyarakat dan berkerjasama dengan raja Sisingamangaraja.
Tahun 1841 ia diangkat sebagai Pangeran Ratu (semacam perdana menteri) di bawah pemerintahan Sultan Abdurrahman. Sejak itu, ia memperlihatkan sikap menentang Belanda. Ketika sebuah kapal dagang Amerika berlabuh di pelabuhan Jambi, ia berusaha mengadakan kerja sama dengan pihak Amerika.
Sultan Thaha Syaifuddin tidak mengakui perjanjian yang dibuat oleh  sultan-sultan terdahulu dengan Belanda. Salah satu diantaranya perjanjian tahun 1833 yang menyatakan Jambi adalah milik Belanda dan dipinjamkan kepada Sultan Jambi. Belanda mengancam akan memecatnya, akibatnya hubungannya dengan Belanda tegang. Karena sudah memperkirakan Belanda pasti akan menggunakan kekuatan senjata, maka Sultan Thaha pun memperkuat pertahanan Jambi. Belanda mengirim Residen Palembang untuk berunding dengan Sultan Thaha. Perundingan itu gagal. Sesudah itu, Belanda menyampaikan ultimatum agar Sultan Thaha menyerahkan diri. Karena Sultan Thaha menolak ultimatum, pada 25 September 1858 Belanda melancarkan serangan. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh. Pasukan Jambi berhasil menenggelamkan sebuah kapal perang Belanda, namun mereka tidak mampu mempertahankan kraton. Sultan Thaha menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun pertahanan di tempat ini. Perang utama sudah berakhir, tetapi perlawanan rakyat berlangsung puluhan tahun lamanya. Sultan Thaha membeli senjata dari pedagang-pedagang Inggris melalui Kuala Tungkal, Siak dan Indragiri. Rakyat dianjurkan agar tetap mengadakan perlawanan.
Pada 1885 mereka menyerang sebuah benteng Belanda dalam kota Jambi, sedangkan pos militer Belanda di Muara Sabak mereka hancurkan. Karena itu, Belanda meningkatkan operasi militernya. Pasukan bantuan dalam jumlah besar didatangkan dari Jawa. Belanda mendatangkan pasukan dari Magelang lewat Semarang dan Palembang. Pada tanggal 31 luli 1901 pasukan Belanda yang datang mendapatkan perlawanan sengit di Surolangun. Namun, pasukan Belanda terus mengadakan pengejaran sampai ke pedalaman. Mereka berhasil menawan pasukan dan pengikut Sultan Thaha. Pada tahun 1904, Belanda melakukan penyerbuan dan berhasil menyergap pasukan Sultan Thaha di dusun Betung Berdarah. Dalam penyerbuan itu, Sultan Thaha wafat dalam usia ke 88. Jasadnya dikebumikan di Muara Tebo yang kini dijadikan sebagai Makam Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin.
Thaha Sjaifuddin diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 24 Oktober 1977  dengan Keppres No. 79/TK/1977. Namanya diabadikan sebagai nama bandara di Jambi.

2.    Kolonel Abunjani 

http://www.blogger-jaman-now.blogspot.com

Kolonel Abunjani lahir di Batang Asai, kabupaten Sarolangun-Bangko (sekarang dipecah menjadi kabupaten Sarolangun dan Merangin) pada tanggal 24 Oktober 1918. Abunjani merupakan anak seorang demang yang berkedudukan di Rantau Panjang, Batang Asai yang bernama Demang Makalam. Demang Makalam berasal dari Pondok Tinggi, Kerinci, sedangkan ibunya bernama Siti Umbuk berasal dari Desa Keladi.
Abunjani merupakan anak keempat dari 5 bersaudara dengan urutan sebagai berikut: Siti Rodiah, M. Kamil, Siti Raimin, dan adiknya M. Sayuti.
a.    Pendidikan
Karena kedudukan ayahnya, Abunjani kecil berkesempatan untuk mencicipi bangku sekolah Formal. Pada usia 8 tahun Abunjani bersama kakaknya, M. Kamil, dikirim ke Jambi untuk bersekolah di bawah asuhan Ali Sudin (keponakan Makalam) yang saat itu (1926) telah bekerja sebagai jurutulis (klerk) di kantor Kontrolir Jambi. Dengan beberapa pertimbangan, Makalam menitipkan kedua anaknya pada temannya yang berkebangsaan Belanda yang bekerja di BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila M. Kamil dan Abunjani mahir berbahasa Belanda.
Secara berturut-turut, tahun 1931 Abunjani berhasil menamatkan pendidikan di Hollandsc-Inlandsche School (HIS) selama 7 tahun dan tahun 1934 menamatkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Bandung. Pada 1940 Abunjani mengikuti pendidikan di Middelbare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaar (MOSCVIA) di Bandung, tetapi tidak tamat karena berlangsungnya pendudukan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang ini Abunjani menamatkan pendidikan di Shonan Kao Kun Renjo (Sionanto) di Singapura selama 1 tahun. Abunjani kemudian diangkat sebagai asisten Ki Imuratyo. Pendidikan militer ini kemudian diteruskan ke akademi militer Giyugun di Pagaralam, Lahat dengan pangkat tamatan Letnan Dua (Shoi). Alumni pendidikan Angkatan Darat (Kanbu Kyoyiku tai) Jepang ini merupakan cikal bakal tentara nasional di masing-masing daerahnya. Abunjani sebagai Sudantyo Giyugun dari tahun 1942-1945 yang mempunyai kemampuan bahasa Belanda, Inggris, Jepang sangat berguna dalam kiprahnya di dunia bisnis selepas menanggalkan karir militernya.

b.    Peran Abunjani Di Masa Awal Kemerdekaan
Karir militer Abunjani dimulai pasca kemerdekaan. Pada 22 Agustus 1945 Abunjani merintis terbentuknya  Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang merupakan bagian dari BKR (Badan Keamanan Rakyat). BKR nantinya menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selanjutnya Abunjani diangkat sebagai komandan BKR daerah Jambi dengan jabatan Kolonel. Hingga tahun 1949, jabatan Kolonel Abunjani adalah komandan Kodam Garuda Putih Jambi.
Adanya kebijakan rasionalisasi di kalangan TNI, pangkat Kolonel Abunjani diturunkan menjadi Letnan Kolonel. Walaupun demikian, Letnan Kolonel Abunjani tetap di militer dengan jabatan rangkap sebagai Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan khusus daerah Jambi, juga sebagai Komandan STD sampai pertengahan Januari 1950.Terhitung Februari 1950 Letnan Kolonel Abunjani mengundurkan diri dari TNI beralih profesi menjadi seorang pengusaha di Jambi dan Jakarta.
Salah satu peran Abunjani dalam menunjang perjuangan di masanya adalah membentuk Badan Keuangan Perjuangan yang memobilisasi pedagang karet ke Singapura dengan menyisihkan 10% keuntungan untuk perjuangan. Usaha tersebut selain dapat membantu perjuangan Pemerintah Pusat, sewa-beli
Pesawat Catalina (RI 05) sebagai pesawat penghubung ke Sumatera Barat maupun Yogyakarta dalam jaringan pemerintahan, juga memasok perlengkapan dan perbekalan pasukan dengan sistem barter komoditi lada, vanili, karet, dan lain-lain.
Peran yang perlu dicatat kepemimpinan Letnan Kolonel Abunjadi adalah memindahkan pusat pemerintahan dan pertahanan militer saat serangan Belanda pada 29 Desember 1948. Bersama dengan Rd. Inu Kertapati dan M. Kamil mengungsi ke pedalaman, tetapi terhenti di Sengeti. Rd. Inu Kertapati kembali ke Jambi untuk menenangkan keluarga dan masyarakat kota Jambi oleh bombardir pesawat dan serangan tentara Belanda melalui Kenali Asam dan Palmerah. Pada 1 Januari 1949 terbitlah surat kuasa Residen Jambi Rd. Inu Kertapati kepada M. Kamil, Bupati Jambi Hilir untuk meneruskan Pemerintahan Darurat Keresidenan Jambi. Dalam rapat antara unsur pemerintah dan militer di Tebo menghasilkan keputusan bahwa H. Baksan yang saat itu menjabat sebagai Bupati Jambi Ulu sebagai Residen Pemerintah Darurat Keresidenan Jambi dan Pusat Komando Militer dipindahkan ke Bangko. Walaupun mengalami berbagai gempuran, perjuangan dan pemerintahan darurat berjalan sebagaimana mestinya.

c.    Penghargaan
Nama besar Abunjani dijadikan nama jalan di kota Jambi dan beberapa kota lain. Di Bangko, namanya dijadikan nama rumah sakit umum karena beliau memang lahir di Batang Asai yang dulu merupakan bagian kabupaten Sarolangun-Bangko.
Rumah Kolonel Abundjani masih bisa dilihat hingga sekarang. Rumah itu sekarang dihuni oleh anak-anak sang kolonel. Letaknya sangat dekat dengan pusat pemerintahan provinsi Jambi. hanya beberapa langkah dari kantor pajak baru Jambi. Persis di belakang kantor pusat Bank Jambi.

d. Wafat
Kolonel Abujani Wafat pada tanggal 26 april 1904  

3.    Depati Parbo Pahlawan Kerinci 

Depati Parbo adalah seorang pahlawan Kerinci yang turut berjuang melawan penjajah Belanda. Namanya diabadikan menjadi nama jalan protokol yang menghubungkan kota Sungai Penuh dengan kecamatan Danau Kerinci kabupaten Kerinci. Lalu dipakai sebagai nama bandara perintis di Kerinci dan nama salah satu perguruan tinggi di Sungai Penuh.
Selain itu patung Depati Parbo bisa dijumpai di halaman kantor DPRD Kerinci dan di simpang tiga jalan RE Martadinata, jalan Pancasila dan jalan Depati Parbo di kota Sungai Penuh. Berdiri gagah berani mengenakan baju adat depati dan menghunus keris.
Biografi
Depati Parbo dilahirkan pada tahun 1839 di desa Lolo Kecil, kecamatan Bukit Kerman kabupaten Kerinci. Sekitar 45 menit dari kota Sungai Penuh. Tidak jauh dari jalan raya Jujun-Lempur. Ia terlahir dengan nama Mohammad Kasib, dan menuntut ilmu serta menghabiskan masa kecilnya di desa kelahirannya. Depati Parbo adalah gelar yang disandangnya ketika dewasa karena kecakapannya dalam pendidikan dan adat.
Ayahnya bernama Bimbe, sedangkan ibunya bernama Kembang. Beberapa kajian mendapati bahwa nama sebenarnya Depati Parbo saat kecil adalah Ahmad Karib. Depati Parbo memiliki tiga orang saudara perempuan yang bernama Bende, Siti Makam, dan Likom. Dikabarkan bahwa Depati Parbo atau Karib sejak kecil memiliki berbagai keanehan, antara lain memiliki gigi geraham berwarna kehitaman. Oleh karena itu masyarakat setempat memanggil Karib dengan Germon Besol.
Sebagaimana di kampung lainnya di Kerinci, sebagai seorang remaja Karib juga ikut dan senang belajar bela diri silat serta ilmu agama yang dilengkapi ilmu kebatinan. Setelah dewasa Karib mempersunting seorang gadis bernama Timah Sahara dan dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ali Mekah. Untuk mengemban tugasnya sebagai seorang suami dan ayah, Karib memilih untuk merantau ke Batang Asai mengikuti jejak sejumlah orang Kerinci merantau bekerja sebagai pendulang emas. Selain ke Batang Asai, Karib juga melanglang buana ke beberapa daerah di Sumatera Selatan, seperti Rawas. Selain mencari nafkah untuk menyambung hidup, beliau juga aktif mencari ilmu bela diri dan kebatinan. Kegiatan ini dilakukannya sejak tahun 1859 hingga 1862.
Sebagai pemuda yang cerdas dan terampil di kampungnya, Karib akhirnya dilantik dan dikukuhkan sebagai seorang depati dalam sebuah upacara tradisional kanduhai sko (kenduri pusako). Karib diberi gelar Depati Parbo. Dengan demikian Karib tidak hanya memikirkan kehidupan keluarganya saja, tetapi sebagai depati beliau juga harus memikirkan masyarakatnya, bahkan hingga ke Kesultanan Jambi.

Ditangkap dan diasingkan
Menurut sejarah, Belanda masuk ke Kerinci lewat Mukomuko (Bengkulu) pada tahun 1900. Mereka menyusuri sungai Manjuto lalu membangun posko di puncak bukit Gunung Raya. Tindakan ini memicu kemarahan rakyat Kerinci. Pertempuran pertama antara rakyat Kerinci melawan Belanda dipimpin oleh Depati Parbo pecah di Manjuto Lempur. Korban banyak berjatuhan di pihak Belanda.
Beberapa kali berperang, akhirnya Belanda berhasil menguasai seluruh wilayah Kerinci pada tahun 1903. Untuk melemahkan perjuangan rakyat, Belanda menipu Depati Parbo dengan membujuknya untuk mengikuti perundingan. Nyatanya beliau ditangkap lalu diasingkan selama 25 tahun ke Ternate, Maluku Utara. Pada tahun 1927 Depati Parbo dibawa pulang ke Kerinci atas permohonan depati-depati mengingat usianya sudah lanjut. Saat itu pergolakan rakyat Kerinci melawan Belanda sudah padam sama sekali.
Depati parbo yang telah lanjut usia hidup  menetap di kampung halamannya di dusun Lolo Kecil. Meski Depati  Parbo telah bebas dari hukuman,.namun  gerak geriknya masih tetap  diawasi dan dicurigai oleh pemerintah kolonial, pernah selama 3 bulan Depati Parbo kembali ditanngkap dan ditahan oleh Belanda di Sungai  Penuh. Penahanan ini dilakukan karena beliau melarang pemerintah   kolonial Belanda membuat jalan pada sawahnya yang menghubungkan dusun Lolo Kecil dengan Talang Kemuning. Namun dakwaan yang diajukan adalah karena beliau telah melakukan Pembunuhan, yang ternyata setelah diselidiki  tuduhan itu fitnah belaka.
Naik Haji
Di usia senjanya beliau tetap semangat untuk menunaikan rukun islam yang kelima. Kembali dari menunaikan  ibadah haji, Depati Parbo mendapat nama ‘Haji Kasian”. Saat menunaikan ibadah Haji beliau telah memasuki usia renta  (Manula) dan karena sudah tua aktifitas beliau hanya melaksanakan ibadah.
Wafat
Pada tahun 1929 Panglima Perang Kerinci” Depati Parbo “menghembuskan nafas terakhir menghadap  Illahi dengan tenang, jenazah beliau dimakamkan  di pemakaman keluarga dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya, almarhum dimakamkan bersama sama  dengan jenazah  Istri, putra putri dan sanak keluarganya. Beliau meninggal pada umur 89 tahun.

4.    Raden Mattaher
Gambar Kosong 
( sudah saya usahakan mencari sumbernya tapi belum ada ketemu)

Raden Mat Tahir adalah alah seorang panglima perang Jambi yang sangat terkenal dan ditakuti Belanda. Setelah wafatnya Sultan Thaha Saifuddin pada tahun 1904, komando perlawanan terhadap Belanda di Jambi dilanjutkan oleh Raden Mattaher, yang oleh masyarakat Jambi dikenal sebagai Singo Kumpeh.
Biografi
Raden Mat Tahir dilahirkan di dusun Sekamis, Kasau Melintang Pauh, Air Hitam, Batin VI, tahun 1871, nama aslnys ialah Raden Mohammad Tahir. Ibunya adalah kelahiran di Mentawak Air Hitam Pauh, dahulunya adalah daerah tempat berkuasanya Temenggung Merah Mato. Ayahnya Pangeran Kusin wafat di Mekkah.
Menurut Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi Raden Mat Tahir Panglima Sultan Thaha, mengatakan bahwa Raden Mat Tahir mempunyai beberapa orang istri antara lain: Siti Esah (Aisah), perempuan keturunan Ratumas Bilis Kumpeh yang berdiam di Merangin, perempuan dalam Sungai Sipintun. Iapun mempunyai beberapa orang anak, antara lain : Raden Buruk, tinggal di Rambutan Temasam; Raden Mataji atau Raden Hamzah tinggal di Jambi; Raden Sulen atau Raden Kusen tinggal di Bogor; Raden Zainal Abidin adalah suami Ratumas Kandi; dan Ratumas Lijah.
Raden Mat Tahir gugur dalam pertempuran melawan Belanda di dusun Muaro Jambi, pada hari Jum’at, waktu subuh, tanggal 10 September 1907. Raden Mat Tahir dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Jambi di tepi Danau Sipin Jambi, Kabupaten Muara Jambi Kecamatan Maro Sebo.
Setelah Raden Mat Tahir meninggal dunia, dua orang putra Raden Mat Tahir dapat ditangkap Belanda sedang dalam asuhan (masih kecil) yakni Raden Hamzah dan Raden Sulen. Keduanya diserahkan Belanda kepada A. M.Hens, seorang Controleur Muara Tembesi. Tetapi karena controleur itu sedang cuti ke luar negeri, maka kedua anak itu diserahkan Belanda kepada Demang Ibrahim, yakni Demang Muara Tembesi untuk menjaga keselamatannya. Lalu kemudian Demang Ibrahim menyerahkan kedua anak Raden Mat Tahir kepada Residen O,L. Helffrich di Jambi. Oleh Residen O.L.Helffrich kedua anak itu bertempat tinggal di rumah residen, lalu oleh risiden disekolahkan di Olak Kemang dengan biaya ditanggung Belanda. Lalu kedua anak itu oleh Residen O.L.Helffrich dikirim ke Palembang untuk sekolah lebih tinggi. Kemudian pada tahun 1914 kedua anak Raden Mat Tahir itu di kirim oleh Pemerintah Belanda ke Batavia. Sedangkan tiga orang anak Raden Mat Tahir yang belum tertangkap Belanda, diungsikan oleh keluarganya di Malaya (Malaysia).
Perjuangan
Raden Ma Tahir adalah seorang pemuda beranjak dewasa, ia belum memikul suatu jabatan apapun di dalam kerajaan Jambi. Tapi ia telah memperlihatkan sebagai seorang kesatria, berani, cerdas, dan pandai mengatur strategi.
Pasukan Raden Mat Tahir adalah pasukan bergerak dan menyerang secara tiba-tiba. Oleh karena itu pasukan Raden Mat Tahir tidak menempati suatu tempat tetap. Raden Mattaher menamakan pasukannya sebagai Sabillillah. Sebelum pergi melakukan penyerangan atas pasukan Belanda, maka Raden Mat Tahir terlebih dahulu melakukan sholat agar mendapat petunjuk dan ridho Allah.
Saat melawan penjajahan Belanda, Raden Mattaher bertugas sebagai panglima perang yang beroperasi di wilayah Muara Tembesi hingga ke Muara Kumpeh. Dalam berbagai penyerangan, Raden Mattaher dibantu oleh beberapa panglima yakni, Raden Perang, Raden Ahmad, Raden Kusen dan Raden Pamuk. Dalam pergerakan tersebut, para panglima ini membuat kantong-kantong pertahanan, barisan pertahanan dan barisan perlawanan terhadap penjajah.
Penyerangan yang dilakukan difokuskan terhadap kantong-kantong pertahanan militer Belanda. Selain juga melakukan penyergapan terhadap kapal-kapal perang yang mengangkut personil, amunisi dan obat-obatan. Tak tanggung-tanggung, mereka juga membunuh setiap pimpinan militer Belanda yang tertangkap.
Saat melakukan perang gerilya bersama dengan Panglima Tungguk Suto Alus, Raden Mattaher berhasil merampas peti baja milik bea cukai Belanda yang berisi 30 ribu Cap Tongkat, serta beberapa dokumen penting Belanda lainnya di Bayung Lincir, perbatasan antara Jambi dan Palembang.
Setelah perjungan ini, Raden Mattaher bersama Panglima Ambur Panjang (Raden Pamuk), Panglima Betung Besalai (Raden Seman) dan Tunggul Buto (Raden Perang) membantu pasukannya yang berasal dari Jambi Kecil, Jambi Tulo dan ada yang datang dari Pijoan guna menangkis serang musuh di Tarikan menuju Kumpeh.
Namun sayangnya, beberapa waktu kemudian, Raden Mattaher ini dapat dilumpuhkan oleh Belanda dengan beberapa tipu muslihat. Dalam penangkapan tersebut, Raden Mattaher berhasil dibunuh oleh Belanda. Ia ditembak mati ketika sedang berada di rumahnya, pada tanggal 7 September 1907, dalam operasi militer Belanda. Namun sebelumnya, Raden Akhmad yang adalah kakak kandung Raden Mattaher, tewas tertembak saat selesai sholat magrib.
Terkait wafatnya Raden Mattaher, Belanda menyatakan, “Nadat in September 1907 Raden Mattaher, nau van Taha verwant en de meest gevreesde en actieve der gouverne ments tegenstaders, na en rusteloze achtervolging was gesneuveld. Was het verzet gebroken.” Yang kira-kira maksudnya, "Dalam bulan September tahun 1907 Raden Mattaher, keluarga dekat Taha (Sulthan Thaha Saifudin) yang paling di takuti (Belanda) karena aktif gupermend (Pemerintahan Belanda). Setelah dikejar terus menerus gugurlah dia (Raden Mattaher) dalam pertarungan dengan pasukan Belanda. Dalam hal ini belanda menggunakan kalimat was gesneuveld, kalimat ini lazimnya Belanda disebut mati dalam pertempuran.

5.    Mayjen H.A.Thalib
http://www.blogger-jaman-now.blogspot.com

(Putra Kerinci Pertama yang menjadi Duta Besar di Malaysia)
H.A.Thalib merupakan putra terbaik alam Kerinci yang pernah diangkat Presiden RI menjadi Duta Besar Negara sahabat. Ia diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia tahun 1968. Jenderal  H.A.Thalib lahir pada tahun 1918 di Dusun Sungai Penuh Kota Sungai Penuh Propinsi Jambi. H.A.Thalib merupakan satu orang  putra terbaik alam Kerinci yang pernah diangkat Presiden RI menjadi Duta Besar Negara sahabat untuk pertama kalinya sejak Indonesia Merdeka.
Sebelum diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia tahun 1968, situasi pelik politik Indonesia, khususnya dalam  masalah  hubungan Diplomatik Indonesia-Malaysia, selama lebih kurang lima tahun  ( 1963-1968 ) hubungan Diplomatik antara Indonesia - Malaysia terputus akibat Konfrontasi (sengketa) politik antara  kedua Negara bertetangga itu.
Menteri Luar  Negeri saat itu H. Adam Malik bertanya  kepada Alamsyah Ratu Prawira Negara yang saat  itu menjabat Menteri Kemakmuran, Menteri  Kemakmuran  berikutnya bertanya   kepada  Buya HAMKA,  seorang  tokoh  kharismatik  dan Ulama Besar  dari Minangkabau, Buya HAMKA tokoh yang di cintai dan  segani umat itu menjawab  Jenderal.H.A.Thalib  paling cocok, dan Menteri Kemakmuran yang juga banyak tahu perjuangan dan sepak  terjang  Jenderal H.A.Thalib  mengiyakan  dan  menyatakan setuju dan Menteri Luar Negeri H. Adam Malik yang mendapat   jawaban dari Jenderal Alamsyah Ratu Perwira Negara juga menyetujui.
Kamis 11 April 1968 Putra terbaik Indonesia asal suku Kerinci Propinsi Jambi dilantik oleh Presiden Republik Indonesia  Suharto di Istana Negara Jakarta- sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Malaysia , bersama Jenderal.H.A.Thalib saat itu Presiden RI juga melantik Sudjatmoko sebagai Duta Besar RI untuk Amerika Serikat. Dalam Konferensi pers pertamanya setelah dilantik menjadi Duta Besar RI di Malaysia, Jenderal H.A.Thalib menyatakan ”Bahwa  tugas  utamanya  sebagai Duta Besar RI di Malaysia  ialah  memulihkan  hubungan  antara  kedua negara yang berasal dari bangsa serumpun itu dengan sebaik baiknya.”
Sikap ramah dan bersahabat yang ditunjukkan Jenderal.H.A.Thalib kepada masyarakat  dan pemerintah Malaysia telah menghangatkan kembali hubungan baik antara kedua negara,hubungan itu semakin membaik lagi setelah kunjungan muhibbah Presiden Suharto dan rombongan ke Malaysia tahun 1970, sebagai kunjungan balasan atas kedatangan Perdana Mentri Tengku Abdul Rahman tahun 1968, dengan kunjungan  kedua pemimpin dari bangsa serumpun dan berkat hubungan diplomatik yang harmonis yang dilakukan oleh Jenderal.H.A.Thalib, tanpa  saluran resmi perjanjian Internasional ’Pintu hati “ kedua bangsa serumpun terbuka semakin lebar,tidak ada lagi prasangka-prasangka, yang ada hanya bagaimana mengukuhkan tali yang telah ada berabad abad terjalin melalui hubungan ras yaitu ras Melayu.
Penghormatan
Sebagai Duta Besar Jenderal.H.A.Thalib telah behasil menjalin dan meningkatkan kembali hubungan baik antara Indonesia dengan Malaysia, ia juga telah berhasil menyatukan rumpun Melayu yang terpecah  akibat  konfrontasi pada masa berkuasanya Orde Lama (ORLA). dan sebagai penghormatan dan penghargaan pemerintah Malaysia terhadap jasa dan pengabdian Jenderal H.A.Thalib diangkat sebagai warga kehormatan dengan gelar ” Tan Sri”  sebuah gelar kehormatan Kenegaraan Malaysia dan istri beliau Nurdjanah juga mendapat Gelar “Puan Sri”.Penobatan dilakukan di Istana Negara Kerajaan Malaysia pada bulan Juli 1972, dan dari negara bahagian Pahang, Jenderal.H.A.Thalib dan istrinya  juga mendapat kehormatan yakni ”Datuk” dan “Datin”.

Ok sobat sekian dulu postingan saya kali ini , semoga dengan adanya postingan saya ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan sobat tentang pahlawan Jambi , dan bisa menjadi inspirasi, serta semangat dalam menjalani pendidikan .
Jangan lupa Kritik dan saranya ya sobat agar blog ini menjadi blog yang lebih bermanfaat lagi untuk kedepanya .

1 comment:

Unknown said...

gan kolonel abunjani tanggal brp wafatnya,soalnya untuk tugas hehehe