Assalamualaikum Sobat bloger , jumpa lagi dengan saya , tak bosanya saya menyapa sobat , saya berharap sobat juga tidak bosan mengujungi blog saya yang masih jauh dari kata sempurna ini , ok sobat kali ini saya akan memposting tentang Pahlawan Jambi di sertai Biografinya , Mungkin anak-anak sekolah jaman sekarang tidak begitu hafal nama-nama pahlawan yang ada di Jambi , padahal nama-nama pahlawan tersebut sudah di abadikan , contohnya saja nama rumah Sakit umum yang ada di jambi yaitu Rmah Sakit Umum Raden Mattaher dan bandara Internasional Sultan Thaha . oleh sebab itu di kesmpatan kali ini saya akan menjelaskan beberapa nama-nama pahlawan jambi beserta biografinya , untuk kalian yang sedang mencari tugas sekolah boleh saja untuk mengcopy nya tapi jangan lupa sobat untuk membacanya agar sobat tahu betapa gigihnya pahlawan jambi dalam memperjuangkan kemerdekaan tanah air kita .Ok sobat langsung saja simak ulasan dibawah ini.
1.
Sultan Thaha Syaifuddin
Sultan Thaha Syaifuddin
(Jambi, 1816 - Betung, 26 April 1904) adalah sultan terakhir dari Kesultanan
Jambi. merupakan pahlawan nasional asal Jambi yang dilahirkan pada pertengahan
tahun 1816 di Keraton Tanah Pilih Jambi. Ia
merupakan putra dari Sultan M. Fachrudin dengan gelar sultan Kramat. Nama asli
Sultan Thaha adalah Sultan Raden Toha Jayadiningrat. Ketika kecil ia biasa
dipanggil Raden Thaha Ningrat. Meskipun
ia terlahir dari kalangan bangsawan, ia memiliki sikap yang rendah hati, senang
bergaul dengan masyarakat dan sangat membenci Belanda. Aktivitas melawan
Belanda makin gencar sejak ia naik tahta menjadi Raja Jambi pada tahun 1855.
Usahanya melawan Belanda dilakukan dengan mengalang kekuatan masyarakat dan
berkerjasama dengan raja Sisingamangaraja.
Tahun 1841 ia
diangkat sebagai Pangeran Ratu (semacam perdana menteri) di bawah pemerintahan
Sultan Abdurrahman. Sejak itu, ia memperlihatkan sikap menentang Belanda.
Ketika sebuah kapal dagang Amerika berlabuh di pelabuhan Jambi, ia berusaha
mengadakan kerja sama dengan pihak Amerika.
Sultan Thaha
Syaifuddin tidak mengakui perjanjian yang dibuat oleh sultan-sultan
terdahulu dengan Belanda. Salah satu diantaranya perjanjian tahun 1833 yang menyatakan
Jambi adalah milik Belanda dan dipinjamkan kepada Sultan Jambi. Belanda
mengancam akan memecatnya, akibatnya hubungannya dengan Belanda tegang. Karena
sudah memperkirakan Belanda pasti akan menggunakan kekuatan senjata, maka
Sultan Thaha pun memperkuat pertahanan Jambi. Belanda
mengirim Residen Palembang untuk berunding dengan Sultan Thaha. Perundingan itu
gagal. Sesudah itu, Belanda menyampaikan ultimatum agar Sultan Thaha
menyerahkan diri. Karena Sultan Thaha menolak ultimatum, pada 25 September 1858
Belanda melancarkan serangan. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh. Pasukan
Jambi berhasil menenggelamkan sebuah kapal perang Belanda, namun mereka tidak
mampu mempertahankan kraton. Sultan Thaha menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun
pertahanan di tempat ini. Perang
utama sudah berakhir, tetapi perlawanan rakyat berlangsung puluhan tahun
lamanya. Sultan Thaha membeli senjata dari pedagang-pedagang Inggris melalui
Kuala Tungkal, Siak dan Indragiri. Rakyat dianjurkan agar tetap mengadakan
perlawanan.
Pada 1885
mereka menyerang sebuah benteng Belanda dalam kota Jambi, sedangkan pos militer
Belanda di Muara Sabak mereka hancurkan. Karena itu, Belanda meningkatkan
operasi militernya. Pasukan
bantuan dalam jumlah besar didatangkan dari Jawa. Belanda mendatangkan pasukan
dari Magelang lewat Semarang dan Palembang. Pada tanggal 31 luli 1901 pasukan
Belanda yang datang mendapatkan perlawanan sengit di Surolangun. Namun, pasukan
Belanda terus mengadakan pengejaran sampai ke pedalaman. Mereka berhasil menawan
pasukan dan pengikut Sultan Thaha. Pada
tahun 1904, Belanda melakukan penyerbuan dan berhasil menyergap pasukan Sultan
Thaha di dusun Betung Berdarah. Dalam penyerbuan itu, Sultan Thaha wafat dalam
usia ke 88. Jasadnya dikebumikan di Muara Tebo yang kini dijadikan sebagai
Makam Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin.
Thaha
Sjaifuddin diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 24 Oktober 1977
dengan Keppres No. 79/TK/1977. Namanya diabadikan sebagai nama
bandara di Jambi.
2. Kolonel Abunjani
Kolonel Abunjani
lahir di Batang Asai, kabupaten Sarolangun-Bangko (sekarang dipecah menjadi
kabupaten Sarolangun dan Merangin) pada tanggal 24 Oktober 1918. Abunjani
merupakan anak seorang demang yang berkedudukan di Rantau Panjang, Batang Asai
yang bernama Demang Makalam. Demang Makalam berasal dari Pondok Tinggi,
Kerinci, sedangkan ibunya bernama Siti Umbuk berasal dari Desa Keladi.
Abunjani
merupakan anak keempat dari 5 bersaudara dengan urutan sebagai berikut: Siti
Rodiah, M. Kamil, Siti Raimin, dan adiknya M. Sayuti.
a. Pendidikan
Karena kedudukan ayahnya, Abunjani kecil berkesempatan untuk
mencicipi bangku sekolah Formal. Pada usia 8 tahun Abunjani bersama kakaknya,
M. Kamil, dikirim ke Jambi untuk bersekolah di bawah asuhan Ali Sudin
(keponakan Makalam) yang saat itu (1926) telah bekerja sebagai jurutulis
(klerk) di kantor Kontrolir Jambi. Dengan beberapa pertimbangan, Makalam
menitipkan kedua anaknya pada temannya yang berkebangsaan Belanda yang bekerja
di BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij). Oleh karena itu tidak mengherankan
apabila M. Kamil dan Abunjani mahir berbahasa Belanda.
Secara berturut-turut, tahun 1931 Abunjani berhasil
menamatkan pendidikan di Hollandsc-Inlandsche School (HIS) selama 7 tahun dan
tahun 1934 menamatkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
Bandung. Pada 1940 Abunjani mengikuti pendidikan di Middelbare Opleiding School
Voor Inlandsche Ambtenaar (MOSCVIA) di Bandung, tetapi tidak tamat karena berlangsungnya
pendudukan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang ini Abunjani menamatkan
pendidikan di Shonan Kao Kun Renjo (Sionanto) di Singapura selama 1 tahun.
Abunjani kemudian diangkat sebagai asisten Ki Imuratyo. Pendidikan militer ini
kemudian diteruskan ke akademi militer Giyugun di Pagaralam, Lahat dengan
pangkat tamatan Letnan Dua (Shoi). Alumni pendidikan Angkatan Darat (Kanbu
Kyoyiku tai) Jepang ini merupakan cikal bakal tentara nasional di masing-masing
daerahnya. Abunjani sebagai Sudantyo Giyugun dari tahun 1942-1945 yang
mempunyai kemampuan bahasa Belanda, Inggris, Jepang sangat berguna dalam
kiprahnya di dunia bisnis selepas menanggalkan karir militernya.
b. Peran
Abunjani Di Masa Awal Kemerdekaan
Karir militer Abunjani dimulai pasca kemerdekaan. Pada 22
Agustus 1945 Abunjani merintis terbentuknya Angkatan Pemuda Indonesia
(API) yang merupakan bagian dari BKR (Badan Keamanan Rakyat). BKR nantinya
menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selanjutnya Abunjani
diangkat sebagai komandan BKR daerah Jambi dengan jabatan Kolonel. Hingga tahun
1949, jabatan Kolonel Abunjani adalah komandan Kodam Garuda Putih Jambi.
Adanya kebijakan rasionalisasi di kalangan TNI, pangkat
Kolonel Abunjani diturunkan menjadi Letnan Kolonel. Walaupun demikian, Letnan
Kolonel Abunjani tetap di militer dengan jabatan rangkap sebagai Wakil Gubernur
Militer Sumatera Selatan khusus daerah Jambi, juga sebagai Komandan STD sampai
pertengahan Januari 1950.Terhitung Februari 1950 Letnan Kolonel Abunjani
mengundurkan diri dari TNI beralih profesi menjadi seorang pengusaha di Jambi
dan Jakarta.
Salah satu peran
Abunjani dalam menunjang perjuangan di masanya adalah membentuk Badan
Keuangan Perjuangan yang memobilisasi pedagang karet ke Singapura dengan
menyisihkan 10% keuntungan untuk perjuangan. Usaha tersebut selain dapat
membantu perjuangan Pemerintah Pusat, sewa-beli
Pesawat Catalina (RI 05) sebagai pesawat penghubung ke
Sumatera Barat maupun Yogyakarta dalam jaringan pemerintahan, juga memasok
perlengkapan dan perbekalan pasukan dengan sistem barter komoditi lada, vanili,
karet, dan lain-lain.
Peran yang perlu dicatat kepemimpinan
Letnan Kolonel Abunjadi adalah memindahkan pusat pemerintahan dan pertahanan
militer saat serangan Belanda pada 29 Desember 1948. Bersama dengan Rd. Inu
Kertapati dan M. Kamil mengungsi ke pedalaman, tetapi terhenti di Sengeti. Rd.
Inu Kertapati kembali ke Jambi untuk menenangkan keluarga dan masyarakat kota
Jambi oleh bombardir pesawat dan serangan tentara Belanda melalui Kenali Asam
dan Palmerah. Pada 1 Januari 1949 terbitlah surat kuasa Residen Jambi Rd. Inu
Kertapati kepada M. Kamil, Bupati Jambi Hilir untuk meneruskan Pemerintahan
Darurat Keresidenan Jambi. Dalam rapat antara unsur pemerintah dan militer di
Tebo menghasilkan keputusan bahwa H. Baksan yang saat itu menjabat sebagai
Bupati Jambi Ulu sebagai Residen Pemerintah Darurat Keresidenan Jambi dan Pusat
Komando Militer dipindahkan ke Bangko. Walaupun mengalami berbagai gempuran,
perjuangan dan pemerintahan darurat berjalan sebagaimana mestinya.
c. Penghargaan
Nama besar Abunjani dijadikan nama jalan di kota Jambi dan
beberapa kota lain. Di Bangko, namanya dijadikan nama rumah sakit umum karena
beliau memang lahir di Batang Asai yang dulu merupakan bagian kabupaten
Sarolangun-Bangko.
Rumah Kolonel Abundjani masih bisa dilihat hingga sekarang.
Rumah itu sekarang dihuni oleh anak-anak sang kolonel. Letaknya sangat dekat
dengan pusat pemerintahan provinsi Jambi. hanya beberapa langkah dari kantor
pajak baru Jambi. Persis di belakang kantor pusat Bank Jambi.
Kolonel Abujani Wafat pada tanggal 26 april 1904
3. Depati Parbo Pahlawan Kerinci
Depati Parbo adalah seorang pahlawan
Kerinci yang turut berjuang melawan penjajah Belanda. Namanya diabadikan
menjadi nama jalan protokol yang menghubungkan kota Sungai Penuh dengan
kecamatan Danau Kerinci kabupaten Kerinci. Lalu dipakai sebagai nama bandara
perintis di Kerinci dan nama salah satu perguruan tinggi di Sungai Penuh.
Selain itu patung Depati Parbo bisa
dijumpai di halaman kantor DPRD Kerinci dan di simpang tiga jalan RE
Martadinata, jalan Pancasila dan jalan Depati Parbo di kota Sungai Penuh.
Berdiri gagah berani mengenakan baju adat depati dan menghunus keris.
Biografi
Depati Parbo
dilahirkan pada tahun 1839 di desa Lolo Kecil, kecamatan Bukit Kerman kabupaten
Kerinci. Sekitar 45 menit dari kota Sungai Penuh. Tidak jauh dari jalan raya
Jujun-Lempur. Ia terlahir dengan nama Mohammad Kasib, dan menuntut ilmu serta
menghabiskan masa kecilnya di desa kelahirannya. Depati Parbo adalah gelar yang
disandangnya ketika dewasa karena kecakapannya dalam pendidikan dan adat.
Ayahnya bernama
Bimbe, sedangkan ibunya bernama Kembang. Beberapa kajian mendapati bahwa nama
sebenarnya Depati Parbo saat kecil adalah Ahmad Karib. Depati Parbo memiliki
tiga orang saudara perempuan yang bernama Bende, Siti Makam, dan Likom.
Dikabarkan bahwa Depati Parbo atau Karib sejak kecil memiliki berbagai
keanehan, antara lain memiliki gigi geraham berwarna kehitaman. Oleh karena itu
masyarakat setempat memanggil Karib dengan Germon Besol.
Sebagaimana di
kampung lainnya di Kerinci, sebagai seorang remaja Karib juga ikut dan senang
belajar bela diri silat serta ilmu agama yang dilengkapi ilmu kebatinan.
Setelah dewasa Karib mempersunting seorang gadis bernama Timah Sahara dan
dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ali Mekah. Untuk mengemban tugasnya
sebagai seorang suami dan ayah, Karib memilih untuk merantau ke Batang Asai
mengikuti jejak sejumlah orang Kerinci merantau bekerja sebagai pendulang emas.
Selain ke Batang Asai, Karib juga melanglang buana ke beberapa daerah di
Sumatera Selatan, seperti Rawas. Selain mencari nafkah untuk menyambung hidup,
beliau juga aktif mencari ilmu bela diri dan kebatinan. Kegiatan ini dilakukannya
sejak tahun 1859 hingga 1862.
Sebagai pemuda
yang cerdas dan terampil di kampungnya, Karib akhirnya dilantik dan dikukuhkan
sebagai seorang depati dalam sebuah upacara tradisional kanduhai sko (kenduri
pusako). Karib diberi gelar Depati Parbo. Dengan demikian Karib tidak hanya
memikirkan kehidupan keluarganya saja, tetapi sebagai depati beliau juga harus
memikirkan masyarakatnya, bahkan hingga ke Kesultanan Jambi.
Ditangkap dan diasingkan
Ditangkap dan diasingkan
Menurut
sejarah, Belanda masuk ke Kerinci lewat Mukomuko (Bengkulu) pada tahun 1900.
Mereka menyusuri sungai Manjuto lalu membangun posko di puncak bukit Gunung
Raya. Tindakan ini memicu kemarahan rakyat Kerinci. Pertempuran pertama antara
rakyat Kerinci melawan Belanda dipimpin oleh Depati Parbo pecah di Manjuto
Lempur. Korban banyak berjatuhan di pihak Belanda.
Beberapa kali
berperang, akhirnya Belanda berhasil menguasai seluruh wilayah Kerinci pada
tahun 1903. Untuk melemahkan perjuangan rakyat, Belanda menipu Depati Parbo
dengan membujuknya untuk mengikuti perundingan. Nyatanya beliau ditangkap lalu
diasingkan selama 25 tahun ke Ternate, Maluku Utara. Pada tahun 1927 Depati
Parbo dibawa pulang ke Kerinci atas permohonan depati-depati mengingat usianya
sudah lanjut. Saat itu pergolakan rakyat Kerinci melawan Belanda sudah padam
sama sekali.
Depati parbo
yang telah lanjut usia hidup menetap di kampung halamannya di dusun Lolo
Kecil. Meski Depati Parbo telah bebas dari hukuman,.namun gerak
geriknya masih tetap diawasi dan dicurigai oleh pemerintah kolonial,
pernah selama 3 bulan Depati Parbo kembali ditanngkap dan ditahan oleh Belanda
di Sungai Penuh. Penahanan ini dilakukan karena beliau melarang
pemerintah kolonial Belanda membuat jalan pada sawahnya yang
menghubungkan dusun Lolo Kecil dengan Talang Kemuning. Namun dakwaan yang
diajukan adalah karena beliau telah melakukan Pembunuhan, yang ternyata setelah
diselidiki tuduhan itu fitnah belaka.
Naik Haji
Di usia senjanya beliau tetap
semangat untuk menunaikan rukun islam yang kelima. Kembali dari menunaikan
ibadah haji, Depati Parbo mendapat nama ‘Haji Kasian”. Saat menunaikan
ibadah Haji beliau telah memasuki usia renta (Manula) dan karena sudah
tua aktifitas beliau hanya melaksanakan ibadah.
Wafat
Pada tahun 1929 Panglima Perang
Kerinci” Depati Parbo “menghembuskan nafas terakhir menghadap Illahi
dengan tenang, jenazah beliau dimakamkan di pemakaman keluarga dusun Lolo
Kecamatan Gunung Raya, almarhum dimakamkan bersama sama dengan jenazah
Istri, putra putri dan sanak keluarganya. Beliau meninggal pada umur 89
tahun.
4.
Raden Mattaher
Gambar Kosong
( sudah saya usahakan mencari sumbernya tapi belum ada ketemu)
Raden Mat Tahir
adalah alah seorang panglima perang Jambi yang sangat terkenal dan ditakuti
Belanda. Setelah wafatnya Sultan Thaha Saifuddin pada tahun 1904, komando
perlawanan terhadap Belanda di Jambi dilanjutkan oleh Raden Mattaher, yang oleh
masyarakat Jambi dikenal sebagai Singo Kumpeh.
Biografi
Raden Mat Tahir
dilahirkan di dusun Sekamis, Kasau Melintang Pauh, Air Hitam, Batin VI, tahun
1871, nama aslnys ialah Raden Mohammad Tahir. Ibunya adalah kelahiran di
Mentawak Air Hitam Pauh, dahulunya adalah daerah tempat berkuasanya Temenggung
Merah Mato. Ayahnya Pangeran Kusin wafat di Mekkah.
Menurut Raden
Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan
Djambi Raden Mat Tahir Panglima Sultan Thaha, mengatakan bahwa Raden Mat Tahir
mempunyai beberapa orang istri antara lain: Siti Esah (Aisah), perempuan
keturunan Ratumas Bilis Kumpeh yang berdiam di Merangin, perempuan dalam Sungai
Sipintun. Iapun mempunyai beberapa orang anak, antara lain : Raden Buruk,
tinggal di Rambutan Temasam; Raden Mataji atau Raden Hamzah tinggal di Jambi;
Raden Sulen atau Raden Kusen tinggal di Bogor; Raden Zainal Abidin adalah suami
Ratumas Kandi; dan Ratumas Lijah.
Raden Mat Tahir
gugur dalam pertempuran melawan Belanda di dusun Muaro Jambi, pada hari Jum’at,
waktu subuh, tanggal 10 September 1907. Raden Mat Tahir dimakamkan di komplek
pemakaman raja-raja Jambi di tepi Danau Sipin Jambi, Kabupaten Muara Jambi Kecamatan
Maro Sebo.
Setelah Raden
Mat Tahir meninggal dunia, dua orang putra Raden Mat Tahir dapat ditangkap
Belanda sedang dalam asuhan (masih kecil) yakni Raden Hamzah dan Raden Sulen.
Keduanya diserahkan Belanda kepada A. M.Hens, seorang Controleur Muara Tembesi.
Tetapi karena controleur itu sedang cuti ke luar negeri, maka kedua anak itu
diserahkan Belanda kepada Demang Ibrahim, yakni Demang Muara Tembesi untuk
menjaga keselamatannya. Lalu kemudian Demang Ibrahim menyerahkan kedua anak
Raden Mat Tahir kepada Residen O,L. Helffrich di Jambi. Oleh Residen
O.L.Helffrich kedua anak itu bertempat tinggal di rumah residen, lalu oleh
risiden disekolahkan di Olak Kemang dengan biaya ditanggung Belanda. Lalu kedua
anak itu oleh Residen O.L.Helffrich dikirim ke Palembang untuk sekolah lebih
tinggi. Kemudian pada tahun 1914 kedua anak Raden Mat Tahir itu di kirim oleh
Pemerintah Belanda ke Batavia. Sedangkan tiga orang anak Raden Mat Tahir yang
belum tertangkap Belanda, diungsikan oleh keluarganya di Malaya (Malaysia).
Perjuangan
Raden Ma Tahir
adalah seorang pemuda beranjak dewasa, ia belum memikul suatu jabatan apapun di
dalam kerajaan Jambi. Tapi ia telah memperlihatkan sebagai seorang kesatria,
berani, cerdas, dan pandai mengatur strategi.
Pasukan Raden
Mat Tahir adalah pasukan bergerak dan menyerang secara tiba-tiba. Oleh karena
itu pasukan Raden Mat Tahir tidak menempati suatu tempat tetap. Raden Mattaher
menamakan pasukannya sebagai Sabillillah. Sebelum pergi melakukan penyerangan atas
pasukan Belanda, maka Raden Mat Tahir terlebih dahulu melakukan sholat agar
mendapat petunjuk dan ridho Allah.
Saat melawan
penjajahan Belanda, Raden Mattaher bertugas sebagai panglima perang yang
beroperasi di wilayah Muara Tembesi hingga ke Muara Kumpeh. Dalam berbagai
penyerangan, Raden Mattaher dibantu oleh beberapa panglima yakni, Raden Perang,
Raden Ahmad, Raden Kusen dan Raden Pamuk. Dalam pergerakan tersebut, para
panglima ini membuat kantong-kantong pertahanan, barisan pertahanan dan barisan
perlawanan terhadap penjajah.
Penyerangan
yang dilakukan difokuskan terhadap kantong-kantong pertahanan militer Belanda.
Selain juga melakukan penyergapan terhadap kapal-kapal perang yang mengangkut
personil, amunisi dan obat-obatan. Tak tanggung-tanggung, mereka juga membunuh
setiap pimpinan militer Belanda yang tertangkap.
Saat melakukan
perang gerilya bersama dengan Panglima Tungguk Suto Alus, Raden Mattaher
berhasil merampas peti baja milik bea cukai Belanda yang berisi 30 ribu Cap
Tongkat, serta beberapa dokumen penting Belanda lainnya di Bayung Lincir,
perbatasan antara Jambi dan Palembang.
Setelah
perjungan ini, Raden Mattaher bersama Panglima Ambur Panjang (Raden Pamuk),
Panglima Betung Besalai (Raden Seman) dan Tunggul Buto (Raden Perang) membantu
pasukannya yang berasal dari Jambi Kecil, Jambi Tulo dan ada yang datang dari
Pijoan guna menangkis serang musuh di Tarikan menuju Kumpeh.
Namun
sayangnya, beberapa waktu kemudian, Raden Mattaher ini dapat dilumpuhkan oleh
Belanda dengan beberapa tipu muslihat. Dalam penangkapan tersebut, Raden
Mattaher berhasil dibunuh oleh Belanda. Ia ditembak mati ketika sedang berada
di rumahnya, pada tanggal 7 September 1907, dalam operasi militer Belanda.
Namun sebelumnya, Raden Akhmad yang adalah kakak kandung Raden Mattaher, tewas
tertembak saat selesai sholat magrib.
Terkait
wafatnya Raden Mattaher, Belanda menyatakan, “Nadat in September 1907 Raden
Mattaher, nau van Taha verwant en de meest gevreesde en actieve der gouverne
ments tegenstaders, na en rusteloze achtervolging was gesneuveld. Was het
verzet gebroken.” Yang kira-kira maksudnya, "Dalam bulan September tahun
1907 Raden Mattaher, keluarga dekat Taha (Sulthan Thaha Saifudin) yang paling
di takuti (Belanda) karena aktif gupermend (Pemerintahan Belanda). Setelah
dikejar terus menerus gugurlah dia (Raden Mattaher) dalam pertarungan dengan
pasukan Belanda. Dalam hal ini belanda menggunakan kalimat was gesneuveld,
kalimat ini lazimnya Belanda disebut mati dalam pertempuran.
5.
Mayjen H.A.Thalib
(Putra Kerinci Pertama yang
menjadi Duta Besar di Malaysia)
H.A.Thalib
merupakan putra terbaik alam Kerinci yang pernah diangkat Presiden RI menjadi
Duta Besar Negara sahabat. Ia diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk
Malaysia tahun 1968. Jenderal
H.A.Thalib lahir pada tahun 1918 di Dusun Sungai Penuh Kota Sungai Penuh
Propinsi Jambi. H.A.Thalib merupakan satu orang putra terbaik alam
Kerinci yang pernah diangkat Presiden RI menjadi Duta Besar Negara sahabat
untuk pertama kalinya sejak Indonesia Merdeka.
Sebelum
diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia tahun 1968, situasi pelik
politik Indonesia, khususnya dalam masalah hubungan Diplomatik
Indonesia-Malaysia, selama lebih kurang lima tahun ( 1963-1968 ) hubungan
Diplomatik antara Indonesia - Malaysia terputus akibat Konfrontasi (sengketa)
politik antara kedua Negara bertetangga itu.
Menteri Luar
Negeri saat itu H. Adam Malik bertanya kepada Alamsyah Ratu Prawira
Negara yang saat itu menjabat Menteri Kemakmuran, Menteri
Kemakmuran berikutnya bertanya kepada Buya HAMKA,
seorang tokoh kharismatik dan Ulama Besar dari
Minangkabau, Buya HAMKA tokoh yang di cintai dan segani umat itu menjawab
Jenderal.H.A.Thalib paling cocok, dan Menteri Kemakmuran yang juga
banyak tahu perjuangan dan sepak terjang Jenderal H.A.Thalib
mengiyakan dan menyatakan setuju dan Menteri Luar Negeri H.
Adam Malik yang mendapat jawaban dari Jenderal Alamsyah Ratu Perwira
Negara juga menyetujui.
Kamis 11 April
1968 Putra terbaik Indonesia asal suku Kerinci Propinsi Jambi dilantik oleh
Presiden Republik Indonesia Suharto di Istana Negara Jakarta- sebagai
Duta Besar Republik Indonesia di Malaysia , bersama Jenderal.H.A.Thalib saat
itu Presiden RI juga melantik Sudjatmoko sebagai Duta Besar RI untuk Amerika
Serikat. Dalam Konferensi pers pertamanya setelah dilantik menjadi Duta Besar
RI di Malaysia, Jenderal H.A.Thalib menyatakan ”Bahwa tugas
utamanya sebagai Duta Besar RI di Malaysia ialah
memulihkan hubungan antara kedua negara yang berasal
dari bangsa serumpun itu dengan sebaik baiknya.”
Sikap ramah dan
bersahabat yang ditunjukkan Jenderal.H.A.Thalib kepada masyarakat dan
pemerintah Malaysia telah menghangatkan kembali hubungan baik antara kedua
negara,hubungan itu semakin membaik lagi setelah kunjungan muhibbah Presiden Suharto
dan rombongan ke Malaysia tahun 1970, sebagai kunjungan balasan atas kedatangan
Perdana Mentri Tengku Abdul Rahman tahun 1968, dengan kunjungan kedua
pemimpin dari bangsa serumpun dan berkat hubungan diplomatik yang harmonis yang
dilakukan oleh Jenderal.H.A.Thalib, tanpa saluran resmi perjanjian
Internasional ’Pintu hati “ kedua bangsa serumpun terbuka semakin
lebar,tidak ada lagi prasangka-prasangka, yang ada hanya bagaimana mengukuhkan
tali yang telah ada berabad abad terjalin melalui hubungan ras yaitu ras
Melayu.
Penghormatan
Sebagai Duta Besar
Jenderal.H.A.Thalib telah behasil menjalin dan meningkatkan kembali hubungan
baik antara Indonesia dengan Malaysia, ia juga telah berhasil menyatukan rumpun
Melayu yang terpecah akibat konfrontasi pada masa berkuasanya Orde
Lama (ORLA). dan sebagai penghormatan dan penghargaan pemerintah Malaysia
terhadap jasa dan pengabdian Jenderal H.A.Thalib diangkat sebagai warga
kehormatan dengan gelar ” Tan Sri” sebuah gelar kehormatan
Kenegaraan Malaysia dan istri beliau Nurdjanah juga mendapat Gelar “Puan
Sri”.Penobatan dilakukan di Istana Negara Kerajaan Malaysia pada bulan Juli
1972, dan dari negara bahagian Pahang, Jenderal.H.A.Thalib dan istrinya
juga mendapat kehormatan yakni ”Datuk” dan “Datin”.
Ok sobat sekian dulu postingan saya kali ini , semoga dengan adanya postingan saya ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan sobat tentang pahlawan Jambi , dan bisa menjadi inspirasi, serta semangat dalam menjalani pendidikan .
Jangan lupa Kritik dan saranya ya sobat agar blog ini menjadi blog yang lebih bermanfaat lagi untuk kedepanya .
1 comment:
gan kolonel abunjani tanggal brp wafatnya,soalnya untuk tugas hehehe
Post a Comment